Jumat, 20 Mei 2011

Cerpen 3_Lagu cinta untuk Cherie


LAGU CINTA UNTUK CHERIE
Dentingan piano terdengar indah di ruang tamu ku yang tidak terlalu besar. Mengalun mengiringi sebuah lagu dari bibir mungil ku,
“I’ll be on your side, whenever you need me
I’ll be on your side, not only in your peace
I’ll be on your side whenever  you need me, oh my love
I’ll be on your side, forever more I’ll be on your side”
Mata itu menatap lembut wajah ku tiap kali aku mendendangkan baris demi baris dari lagu tersebut. Hati ku bergolak indah membalas tatapan matanya. Mata itu tajam namun menyorotkan kelembutan bagai tatapan mata para dewa. Saat itu tiada wajah yang lebih rupawan di jagat raya ini selain wajahnya, tiada kenikmatan yang lebih indah selain berada disampingya, tiada kebahagiaan yang melebihi canda tawa dengannya. Waktu – waktu terasa begitu cepat berlalu bila bersamanya. Ah, inikah yang disebut dengan cinta pertama? Mungkin iya. Dari cerita yang sering ku dengar, gejolak cinta pada remaja seusia ku hanya berlangsung sesaat meski berapi – api. Namun satu hal yang tidak pernah ku ketahui hingga detik ini, bahwa api cinta ku pada pria bermata elang ini tidak akan  pernah padam meski mata ku sudah rabun kelak .
“starla, mama pikir sudah cukup belajar pianonya. Lebih baik kamu tidur lebih awal, kan besok ada ekskul di sekolah” suara mama mengejutkan ku dari keasyikan ku menatap wajah indahnya.
“tapi ma,….”
Ucapan ku yang masih menggantung segera di potongnya sebelum mama ku mulai mengeluarkan ocehan yang lebih panjang lagi, kan mama jago pidato.
“ya tan, kebetulan udah kelar koq. Starla sudah banyak mengalami kemajuan. Dia terlalu semangat belajarnya tan sampai lupa waktu. Maaf ya tan,…” ujarnya sambil mengerling genit ke arah ku. Aku tersenyum masam menatap wajahnya.
“ga pa – pa koq nak Dony. Starla emang suka lupa waktu”
“ya udah tan, Dony pamit dulu ya,..” ujarnya sopan sembari menyalam tangan mama. Ia juga melanjutkan ucapannya “ aq pulang dulu ya cher,…”
“ehmmmm,…” jawab ku acuh tak acuh  meski hati ku terasa teduh mendengar panggilan sayangnya: Cherie
Aku beranjak ke ranjang ku yang nyaman dan malam pun berlalu melanjutkan petualangannya. Sumpah, aku nggak bisa benar – benar memejamkan mata barang sedetikpun meski lampu kamar ku sudah padam berjam – jam yang lalu. Ketika bedug subuh mulai terdengar, barulah mata ku dapat terpejam. Tentunya, ini tidak berlangsung lama karena setengah jam kemudian telah terdengar ketukan dipintu kamar ku yang ditingkahi oleh suara lembut seorang wanita. Siapa lagi kalau bukan mama ku “ starla, bangun sayang. Jangan telat melulu donk. Liat udah jam berapa ne, cepetan mandi mama tungguin di meja makan trus,……”
Ucapan mama tidak terdengar sampai habis, karena aku keburu menyumpal telinga ku dengan earphone. Siapa juga yang mau diceramahi tiap pagi, apalagi hanya karena bangun telat (peace mama, heheehehee,….)
                                                            ***
Kebahagiaan ku belajar piano dengan guru muda nan rupawan itu tidak berlangsung lama. Karena beberapa minggu kemudian tanpa alas an yang jelas mama memecat Dony. “Mama pikir lebih baik kamu mengambil ekskul yang sesuai dengan jurusan kamu, misalnya les matematika atau kimia, bukankah kamu bercita – cita menjadi dokter,” begitu ucapan mama kala itu. Waktu itu aku berpikir mama ada benarnya. Mengapa aku harus memperdalam kemampuan ku di bidang musik padahal nantinya aku akan memasuki fakultas kedokteran. Adalah lebih baik jika aku mulai memupuk kemampuan ku dibidang sains agar aku tidak ketinggalan dengan teman – teman ku di perguruan tinggi nanti. Bukankah persaingan di sana amat ketat?
Sedikitpun aku tidak pernah menyangka kalau ternyata alasan mama lebih dari itu. Mata mama yang terlatih tidak bisa dibohongi kalau ternyata telah ada benih – benih cinta diantara aku dan Dony. Belakangan aku baru menyadarinya dari sindiran – sindiran mama pada ku. Mama bilang selera ku jelek di banding teman – teman ku. Masakan aku bisa jatuh cinta pada guru les music yang miskin sementara teman – teman sepergaulan yang juga tidak kalah angkuhnya dengan mama berpacaran dengan para pewaris kerajaan bisnis ayah nya masing – masing. Jelasnya, mama ku yang kaum jetset itu tidak akan pernah merestui hubungan ku  dengan laki – laki manapun di jagat raya ini bila tidak sederajat dengan keluarga ku, sekali lagi SEDERAJAT!!!
Memang bila dilihat secara materi, Dony bukanlah siapa – siapa di mata keluarga ku. Ayah Dony hanya bekerja sebagai tukang kebun di rumah salah satu kenalan papa. Sedangkan ibunya Dony sehari – hari berjualan gorengan di kantin sekolah ku. Dony adalah anak sulung dalam keluarganya, satu – satunya adik dony bersekolah di sekolah yang sama dengan ku. Meski harus pontang – panting untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, ayah dan ibu Dony bertekad meyekolahkan kedua anaknya di sekolah yang bagus. Dony terpaut 3 tahun dengan ku. Ketika itu aku duduk di bangku kelas 3 SMA semester awal sedangkan Dony adalah mahasiswa semester 4 sebuah universitas negeri jurusan seni music. Untuk membiayai kuliahnya, Dony bekerja sambilan sebagai pengajar music  privat. Dan kebetulan akulah siswa yang beruntung itu. Aku beruntung tidak hanya diajari olehnya tetapi juga berhasil menaklukkan hatinya yang dingin. Meski dia tidak pernah mengucapkannya secara gamblang, namun dari sorot matanya aku tahu dia memendam perasaan yang sama dengan ku. Tak hanya itu, dia juga memanggilku dengan sebutan “Cherie”. Aku tidak pernah tahu apa artinya dan dia juga tidak pernah memberitahunya. Dia selalu berkilah akan mengatakannya jika waktunya sudah tepat namun entah mengapa tiap kali mendengarnya memanggil nama ku dengan sebutan itu, hatiku terasa teduh. Dony juga suka menghabiskan waktunya dengan berjalan – jalan di pantai bersama ku. Tak sadar ia memegang tangan ku entah mengapa aku tidak merasa keberatan, sebaliknya hatiku merasa tenang. Padaku, dia selalu menceritakan impian – impiannya kelak. Menjadi seorang pianis yang hebat dan terkenal di negeri ini. Semangat dan optimismenya yang tinggi selalu membuat ku terkagum – kagum. Pendek kata, Dony adalah sumber inspirasi dan semangat hidup bagi ku.
            Hatiku serasa disayat sembilu bila mengingat nama Dony. Semua kenangan dengannya membuat ku tersenyum, tertawa, dan menitiskan air mata. Dony adalah sumber kebahagiaan sekaligus penderitaan ku. Oh nasib, mengapa Dony harus meninggalkan ku dengan cara yang kejam, mengapa Dony begitu cepat pergi bahkan sebelum dia sempat mengatakan pada ku apa arti Cherie, mengapa aku begitu bodoh mengikuti kemauan mama saat itu, dan mengapa Dony tidak bisa lagi ku temukan??. Rasanya ingin gila setiap kali pertanyaan – pertanyaan ini berkecamuk dalam benak ku.
            Bertahun – tahun lamanya sejak kepergian Dony hatiku masih merindukannya. Banyak lelaki yang singgah dihidupku namun tak satupun yang singgah dihatiku. Disana, masih tersemat nama Dony dengan indahnya. Tak ada satupun barang yang benar – benar berharga bagiku kecuali secarik kertas usang peninggalan Dony. Disitu tertulis lirik sebuah lagu ciptaannya. Tiap kali memainkan piano ku, lagu itu tidak pernah terlewatkan.
“I’ll be on your side whenever you need me
“I’ll be on your side not only in your peace
“I’ll be on your side whenever You need me oh my love
“I’ll be on your side forever more I’ll be on your side.
     Tiada terasa air mata mengalir deras di pipi ku tiap kali memainkan lagu itu. Aku membayangkan dia ada disisi ku dan merangkum kedua pipi ku dengan kedua belah tangannya. Dia menatap ku dengan tatapannya yang teduh dan menguatkan hati. Lalu  membisikkan kalimat saktinya di telinga ku: “Segala perkara dapat ku tanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan kepada ku”. Entah sudah berapa kali kalimat yang sama dikumandangkannya di telinga ku di kala aku sedang gundah. Tapi itu dulu, jauh sebelum prahara dalam wujud ibuku datang dan memisahkan kami. Bagaimanapun, sekarang aku bukan lagi Cherie yang dulu, yang masih ingusan, anak SMA, sentimental tentang cinta, dan selalu mengganggap bahwa dirinya adalah ratu sejagat. Semakin dewasa aku, semakin aku menyadari bahwa aku tidak akan selalu mendapatkan apa yang ku inginkan, khususnya dalam hal jodoh. Buktinya, sekarang aku harus memikirkan masalah pernikahan ku dengan seorang pria relasi bisnis papa. Pria yang konon katanya terpelajar, sopan dan baik, aku bahkan tidak tahu wujudnya seperti apa. Apakah dia manusia biasa atau mahkluk luar angkasa. Semua Teori tentang persamaan hak dan kodrat antara manusia ternyata hanya omong kosong belaka. Setidaknya bagi orang tua ku manusia itu tidak sama, memiliki strata dan tingkatan social yang membuatnya berbeda satu dengan yang lainnya. Apapun itu, sekarang aku akan menikah dengan pria pilihan mereka, katanya sederajat, dan aku tidak berhak memilih. Sekali lagi aku akan MENIKAH!!!

                                                            ***
     Hari itu cuaca sangat cerah. Kicau burung dan semerbak bunga memenuhi taman kota. Seorang wanita yang sudah tua dan beruban duduk termangu menatap panorama alam yang tersaji di hadapannya. Garis – garis kecantikan masa mudanya masih tergambar jelas di raut wajahnya yang keriput. Tangannya yang ramping memegang sebuah buku yang sejak tadi ditekuninya, asyik benar ia membaca. Ketika sedang asyik membaca, tiba – tiba pandangannya tertumbuk pada sesosok pria yang duduk tidak jauh dari kursinya. Pria itu tidak lagi muda, bahkan kulitnya yang kehitaman menambah kesan tua, pakaiannya juga tidak bias dikatakan rapi atau bahkan awut – awutan. Tangan kirinya yang kokoh memegang sebuah alat music, biola tua agaknya. Nenek tua yang sedang asyik membaca bagai terhipnotis untuk terus memandang pria tersebut. Ada sesuatau dalam diri pria ini yang menarik dirinya, mempesona dirinya, sesuatu yang kelihatan sangat akrab, tapi kapan dan dimana pula ia bertemu pria ini?
     Setelah terpekur sejenak, pria tua itu mulai menggesek biolanya dengan irama yang menyayat hati, membangkitkan kerinduan yang dalam akan sesuatu, tapi apa?. Lagu demi lagu dengan lincah di mainkan oleh pria tua ini, menghipnotis seluruh pengunjung taman apalagi si nenek, bukunya tidak lagi di hiraukannya. Selanjutnya, pria ini memainkan lagu berikutnya, mungkin lagu terakhir. Dengan penuh perasaan ia menggesek biolanya, seolah tidak ingin lagu itu memiliki cacat sedikitpun dalam permainanya. Ketika lagu ini dimainkan, si nenek sontak berdiri, seolah ada sesuatu dalam lagu ini yang sangat akrab dengan dirinya, ya dia tidak salah lagi, lagu ini adalah lagunya. Dia harus tahu dari mana kakek tua ini mendapatkan irama lagu yang serupa itu. Tertatih – tatih si nenek menghampiri pria tua itu, dan ia pun sampai di tempat si pria ketika lagu hampir usai. Belum habis rasa herannya, si pria tua tersenyum padanya dan membungkuk hormat. Ya, dia tidak salah lagi, tatapan mata itu, senyum itu, hanya satu pemiliknya di dunia ini.
“kau kah itu dony?” Tanya si nenek dengan suara serak menahan haru
“nenek masih ingat aku?” balas pria itu dengan senyum jenaka
Nenek tidak dapat lagi menahan perasaannya, dia segera memeluk erat pria tua itu yang disambut pula dengan hangat. Segera si pria menarik nenek ke salah satu kursi yang ada di taman tersebut. Di sana mereka bercerita tentang perjalanan hidup yang penuh liku – liku. Si nenek menceritakan bahwa suaminya baru saja meninggal dalam kecelakaan dua bulan yang lalu, sementara si pria sudah bercerai dengan istrinya bertahun – tahun yang lalu.
“kau tahu aku tidak pernah sanggup menjalin hubungan yang serius dengan wanita manapun, karena hanya ada nama itu didada ku. Aku benci pada nama itu, aku benci pada dunia yang membuat ku tidak bisa bersama dengan pemilik nama itu” gerutu pria dengan suara tajam
“aku mengerti perasaan mu, tapi boleh lah aku tahu siapa wanita yang beruntung itu?”
“Cherie” jawab si pria sambil menatap lekat – lekat bola matanya.
Demi mendengar jawaban si pria, hati nenek bergejolak bahagia, dengan penuh rasa haru dia memeluk si pria. Waktu seolah berhenti, tidak ada masa lalu, tidak ada masa depan, yang ada hanya saat ini, ya saat ini.
“lalu, apa arti Cherie itu? kau bahkan belum memberitahunya pada ku”
“Cherie itu panggilan sayang dalam bahasa Perancis, manis” ujar Dony dengan suara perlahan.
Cherie hanya bisa tersenyum mendengar pengakuan Dony, namun siapa yang tahu seberapa kuat kini deburan ombak cinta di dadanya, hanya dia yang tahu. Yang pasti lagu cinta itu masih semerdu dahulu, dan cinta itu masih seindah dulu walaupun si nenek sudah tua dan pria itu tidak lagi muda, karena baginya Cherie tetaplah Cherie walaupun dia sudah di balut kulit keriput tak bercahaya. Dan nenek yang beruntung itu adalah Cherie. Sayup – sayup di kejauhan seolah terdengar dentingan piano yang dimainkan alam:
I’ll be on your side whenever you need me
I’ll be on your side not only you peace
I’ll be on your side whenever you need me oh my love
I’ll be on your side, forever more
I’ll be on your side.

Ya itu dia, lagu cinta untuk Cherie.


                                                                                    Medan, 27 Maret 2011

0 komentar:

Posting Komentar

please, leave comment

Sample Text

Text Widget

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan Populer

Mengenai Saya

Foto saya
i'm a beautifull girl and has a wonderful future,... love it!!!

Pengikut

Recent Posts

Download